Saturday, 30 November 2013

HADITS ARBA'IN NAWAWIYAH : MUHYIDDIN YAHYA BIN SYARAF NAWAWI

HADITH 41

لاَيُؤْمِنُأَحَدُكُمْحَتَّىيَكُونَهَوَاهُتَبْعاًلِمَاجِئْتُبِهِحَدِيثٌحَسَنٌصَحِيحٌرَوَيْنَاهُفِيكِتَابِالْحُجَّةِبِإِسْنَادِصَحِيحٍ                                                                                  
Maksud Hadith : 

          Hadith ini hadith sahih yang diriwayatkannya dari kitab al-Hujjah karangan al-Syeikh Abu al-Fath Nasr ibn Ibrahim al-Maqdisie al-Syafi’ie al-Faqih al-Zahid. Kitab ini ialah kitab Usuluddin berasaskan kepada kaedah ahli Hadis dan Sunnah. Dengan sanad yang baik.

          Daripada Abu Muhammad Abdullah ibn ‘Amruibn al-’Aasr.a.beliau berkata: Rasulullah SAW telah bersabda: "Seseorang kamu tidak benar-benar beriman sehinggalah hawa nafsunya tunduk menuruti ajaran yang aku bawa". (Hadits ini tergolong dha’if. Lihat Qawa’idWa Fawa’idminal Arba’in An-Nawawiyah ,karangan Nazim Muhammad Sulthan hal. 355, Misykatul Mashabih takhrij Syekh Al Albani, hadits no. 167, juz 1, Jami’ Al Ulumwal Hikam oleh Ibn Rajab)

Pengajaran :

           Melawan hawa nafsu kita sehingga kafiia tunduk patuh pada ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW semesti satu tuntutan dari cabang keimanan. Belum cukup sempurnalah iman jika diutamakannya hawa nafsu, jika diri menyintai maksiat lebih daripada mengamalkan ajaran Islam dan berbuat kebaikan. Adapun ungkapan ‘benar – benar beriman’ yang dimaksudkan bukanlah kerana jatuh kufur seseorang itu ataupun kerana jauhnya ia dari islam, melainkan ertinya imannya masih belum cukup sempurna atau adanya kepincangan pada imannya. Jika dilangsir, hadith ini adalah semakna dan bertepatan dengan firman Allahu Azza Wajjal dalam Surah al-Nisa’ ayat  65 yang maksudnya ; "Demi Tuhanmu, mereka tidak dikatakan beriman sebelum mereka berhukum kepada kamu mengenai perselisihan sesama mereka, mereka tidak berasa berat hati atas keputusan kamu serta menerima dengan pasrah sepenuhnya".

          Sebab turunnya ayat ini ialah karana Zubair bersengketa dengan seorang sahabat dari golongan Anshar dalam perkara air. Kedua orang ini datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihiwa Sallam untuk mendapatkan keputusan. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihiwa Sallam bersabda : “Wahai Zubair, alirkanlah dan tuangkanlah air kepada tetanggamu itu”. Nabi Shallallahu ‘alaihiwa Sallam menganjurkan kepada Zubair untuk bersikap memudahkan dan toleransi. Akan tetapi, sahabat Anshar itu berkata : “Apakah karana dia anak bibimu?” Maka merahlah wajah Rasulullah Shallallahu ‘alaihiwa Sallam kemudian sabda beliau: “Wahai Zubair, tutuplah alirannya sampai airnya naik keatas pagar kemudian biarkanlah hingga tumpah”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihiwa Sallam melakukan hal semacam itu untuk memberi isyarat kepada Zubair bahwa apa yang diputuskan beliau mengandung mashlahat bagi golongan Anshar. Tatkala orang Ashar memahami sabda Nab Shallallahu ‘alaihiwa Sallam itu, maka Zubair menyedari apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Karena kejadian itulah ayat ini turun.

         Hadits yang shahih dari Nabi ,beliau bersabda : “Demi diriku yang ada di dalam kekuasaan-Nya, seseorang di antara kamu tidak dikatakan beriman sebelum ia mencintai aku lebih dari cintanya kepada bapaknya, anaknya, dan semua manusia”. Abu Zinad berkata :“Hadits sini termasuk kalimat pendek yang padat berisi, karena di dalam kalimat ini digunakan kalimat yang singkat tetapi maknanya luas. Cinta itu ada tiga macam, yaitu cinta yang didorong oleh rasa menghormati dan memuliakan seperti cinta kepada orang tua, cinta didorong oleh kasih sayang seperti mencintai anak dan cinta karena saling mengharapkan kebaikan seperti mencintai orang lain”.

           Ibnu Bathal berkata : “Hadits di atas maksudnya —Wallaahua’lam— adalah barang siapa yang ingin imannya menjadi sempurna, maka ia harus mengetahui bahwa hak dan keutamaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihiwa Sallam lebih besar daripada hak bapaknya, anaknya dan semua manusia, karena melalui Rasulullah Shallallahu ‘alaihiwa Sallaminilah Allah menyelamatkan dirinya dari neraka dan memberinya petunjuk sehingga terjauh dari kesesatan. Jadi, maksud Hadits di atas adalah mengorbankan diri dan jiwa untuk membela Rasulullah Shallallahu ‘alaihiwa Sallam berperang melawan bapak mereka atau anak mereka atau saudara mereka (yang melawan Rasulullah Shallallahu ‘alaihiwa Sallam). Abu Ubaidah telah membunuh bapaknya karena menyakiti Rasulullah Shallallahu ‘alaihiwa Sallam. Abu Bakar menghadapi anaknya, Abdurrahman, dalam perang Badar dan hamper saja anak itu dibunuhnya. Barang siapa melakukan hal semacam ini, sungguh ia dapat dikatakan kemahuan-kemahuannya tunduk kepada apa yang diajarkan Nabi Shallallahu ‘alaihiwa Sallam kepadanya.

Wallahualam.

Disediakan oleh :
-Muhammad Azhaari Shah bin Sulaiman


No comments:

Post a Comment